Desa Jepang

 

Desa wisata di wilayah Kecamatan Mejobo ini penamaannya berasal dari nama Adipati Jipang, Aryo Penangsang. Aryo Penangsang atau Adipati Jipang yang juga merupakan murid Sunan Kudus, sering singgah di wilayah yang dulunya masih berupa sebuah  rawa yang besar. Di rawa itu,  Aryo Penangsang sering menambatkan perahunya, setelah menempuh perjalanan dari Kadipaten Jipang (sekarang wilayah Kabupaten Blora) untuk belajar menimba ilmu agama di Pondok Pesantren Sunan Kudus. Sunan Kudus yang mengetahui kebiasaan muridnya tersebut, merasa  iba dan kemudian mendirikan sebuah Masjid di lokasi itu, untuk digunakan sebagai tempat ibadah dan istirahat sang murid. Arya Penangsang kemudian membangun gapura untuk masjid tersebut, yang hingga sekarang menjadi sebuah bangunan cagar budaya berupa gapura padureksan.  Gapura yang ada di sisi kanan/ tengen, melambangkan ulama. Sedangkan gapura yang ada sisi kiri/ kiwa, melambangkan pemerintahan kerajaan. Kedua sisi tersebut disatukan oleh bangunan atap sebagai perlambang sinergitas antara keduanya.

Masjid ini pada tahun 1917 Masehi, oleh seorang ulama dari Desa Karang Malang, Sayyid Dloro Ali, diberi nama Masjid Al Makmur. Wisatawan bisa berkunjung untuk melihat bangunan masjid peninggalan Sunan Kudus dan  situs gapura padureksan yang masih dalam kondisi terawat ini ketika berkunjung ke Desa Wisata Jepang.

Kerajinan anyaman bambu yang dibuat oleh warga Jepang menjadi daya tarik tersendiri, karena wisatawan juga bisa membeli aneka kerajinan bambu, bahkan bisa belajar untuk membuat anyaman.

Akses menuju Desa wisata Jepang terbilang sangat sangat mudah, serta dapat menggunakan berbagai macam moda transportasi mulai dari kendaraan umum, mobil, pribadi, kendaraan roda 2 sampai dengan Bus. Untuk berkunjung ke beberapa daya tarik wisatanya,  pengunjung dapat berjalan kaki sambil menikmati suasana pedesaan serta bertegur sapa dengan warga sekitar. karna dari jalan raya menuju Masjid Wali Al Makmur terbilang cukup dekat.

Fasilitas yang disediakan oleh pengelola wisata cukup lengkap mulai dari toilet, tempat sampah, tempat parkir untuk kendaraan pribadi, akses jalan yang mudah, petunjuk arah yang jelas serta terdapat guide lokal yang siap mengarahkan serta mendampingi pengunjung selama berada di Desa Wisata Jepang.

Tradisi-tradisi yang masih di lestarikan di Desa Jepang antara lain:

  1. Perayaan Golok-golok Mentok, yang dilaksanakan pada peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW. Tradisi golok-golok mentok merupakan perayaan atas kelahiran Nabi Muhammad, sekaligus sebagai bentuk perwujudan rasa syukur atas perubahan sudut pandang masyarakat terhadap kedudukan perempuan, yang pada masa jahiliyah dianggap memiliki derajat rendah, menjadi dimuliakan dalam ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW.
  2. Tradisi Rebo Wekasan. Tradisi ini diadakan pada Rabu terakhir di bulan kedua dalam penanggalan Hijriah yakni Safar. Pada tradisi tersebut, warga Desa Jepang bakal melakukan kirab budaya dan membagikan air Salamun, yang diambil dari sumur peninggalan wali di Masjid Al Makmur.

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Postingan Terbaru

Link terkait

× Chat Admin